|
Kandungan gizi dangke setara 2 liter susu segar |
Jika anda memiliki kesempatan mengunjungi Kabupaten Enrekang, mungkin mengunjungi kerabat atau singgah menikmati pemandangan alam saat perjalanan ke tanah toraja, jangan lupa untuk memasukka dangke sebagai salah satu menu kuliner perjalanan anda.
Dangke adalah makanan khas tradisional yang terbuat dari susu sapi atau kerbau. Warnanya putih seperti tahu, teksturnya lembut, dan rasanya gurih mirip keju.
Hampir semua restoran atau café di Enrekang menyajikan dangke sebagai salah satu menu pilihan, seperti rumah makan Bukit Indah dan Villa Bambapuang dengan harga antara Rp 25-30 ribu seporsi, yang isinya lima potong dangke.
Dangke ini telah dikenal sejak 1905, saat itu kita masih dijajah Belanda. Konon, kata dangke ini adalah hasil percakapan peternak dan Pastor Belanda dengan peternak kerbau pembuat dangke, si peternak memberi dangke, lalu sang pastor berkata
dangk U (terima kasih dalam bahasa Belanda). Sedangkan ucapan terima kasih dalam kosa kata Jerman dikenal ‘
Danke’, sedikit mirip dengan dangke.
Pembuatan dangke dilakukan dengan merebus campuran susu sapi, garam dan getah pepaya atau sari buah pepaya muda.
Nah, getah pepaya ini memiliki kandungan enzim-enzim protease yaitu papain dan kimopapain yang berfungsi sebagai pengurai protein. Dangke terkenal memiliki kandungan protein betakaroten yang cukup tinggi.
Hasil rebusan kemudian disaring untuk memisahkan airnya, kemudian dicetak menggunakan tempurung kelapa. Dangke dapat langsung disajikan atau diolah lagi agar lebih bervariasi. Menurut Irma, getah pepaya ini dapat diganti air jeruk nipis, dimana rasa dangke akan sedikit asam. Sedangkan getah pepaya akan menghasilkan dangke yang sedikit berasa pahit.
Melihat bahan bakunya, dangke tergolong makanan sehat yang sangat bergizi. Sebuah dangke dijajakan dengan kisaran harga Rp 12-15 ribu sebuah.
Dangke atau sering juga disebut keju Enrekang ini dipanggang, lalu disajikan bersama cobe’-cobe’ atau sambal tomat. Rasa dangke yang gurih mirip keju ini sangat cocok dengan lidah ‘bule’ yang sehari-hari mengkonsumsi keju. Bagi lidah Indonesia, mungkin dangke akan sedikit memberi rasa enek, untuk menetralisir rasa tersebut maka dimakan bersama sambel pedas dengan tambahan perasan jeruk nipis dan sedikit garam. Tapi jika dangke digoreng garing akan mengurangi rasa eneknya.
Selain dipanggang dan digoreng, dangke ini juga bisa dibuat sate atau nugget, bahkan dibuat kerupuk. Cara pembuatannya pun tak kalah sederhana, dimana dangke sebagai bahan utama ditambahkan tepung beras dan garam. Dibuat adonan lalu dibentuk sesuai selera, tapi sebaiknya tipis agar setelah digoreng kerupuknya kriuk-kriuk.
Ternyata tidak semua bagian susu menjadi dangke, tergantung pada kualitas susunya yang meliputi kadar bahan kering. Sisanya dalam bentuk cairan yang dikenal sebagai whey dangke ternyata bisa dioleh menjadi minuman fungsional. Hasil penelitian dosen Universitas Hasanuddin Fatma dalam disertasinya menyebutkan whey dangke ini dapat diolah menjadi produk minuman fermentasi.
Komponen nutrisi whey dari produk samping pengolahan dangke dapat dimanfaatkan oleh bakteri sebagai sumber nutrisi pertumbuhan. Pembuatan whey dangke menjadi produk minuman dapat berpotensi sebagai minuman fungsional.
Karakteristik dan kualitas produk minuman whey fermentasi sangat ditentukan oleh level inokulum dan waktu inkubasi Lactobacillus acidophilus FNCC 0051 dalam proses fermentasi. Variabel itu perlu dianalisis agar tercapai aktifitas L.acidhopilus FNCC 0051 terbaik dalam produk.