 |
bhaskoroarifin.wordpress |
1. Hormon Tiroid 1.1 Mekanisme Kerja Hormon Tiroid
Mekanisme kerjanya melalui inti sel, hormonnya adalah Triyodotironin. Bekerja dengan memodulasi transkripsi gen dan sintesis protein. T4 dan T3 berikatan dengan reseptor yang sama, tapi T4 tidak menyebabkan transkripsi gen, jadi T4 disebut sebagai prohormon.
1.2 Peran dalam Pertumbuhan
Hormon ini mempunyai peran yang sangat penting terhadap pertumbuhan otak, oleh karena itu, jika hormon tiroid tidak ada pada masa neurogenesis (0-6 bulan pasca lahir) mungkin terjadi retradasi mental yang irreversibel dan kretinisme. Kretinisme sendiri dibedakan menjadi endemik dan sporadik. Endemik bisa terjadi dengan atau tanpa goiter, sedangkan yang sporadik akan selalu disertai goiter. Tiroksin meningkatkan penggunaan O2 pd hampir semua jaringan, yang tidak responif hanya otak, gonad dan limpa. Disamping itu tiroksin berperan penting pada termogenesis.
2. Gangguan fungsi
2.1 Hipofungsi Tiroid
Terjadi akibat defisiensi yodium. Pada daerah non-endemik umumnya disebabkan karena tiroiditis autoimun yang kronis (tiroiditis hashimoto) dimana penyakit ini ditandai dengan tingginya antibodi terhadap peroksidase tiroid di sirkulasi.
Kegagalan kelenjar tiroid memproduksi hormon adalah penyebab paling sering, disebut hipotiroidisme primer, disamping itu ada pula hipotiroidisme sentral yang terjadi akibat efek stimulasi TSH yang kurang memadai.
Hipotiroidisme non-goiter biasanya karena degenerasi atau atrofi kelenjar, bisa juga sebagai tahap akhir penyakit Grave. Pada tiroiditis hashimoto, biasanya disertai goiter. Gambaran klinis pasien tampak spesifik dengan muka yang ekspresif, membengkak, pucat, kulit dingin dan kering, kepala bersisik, rambut kasar kering dan mudah lepas, kuku jari menebal tetapi rapuh. Suara penderita akan terdengar parau, bicara lambat dengan gangguan daya pikir bahkan mungkin depresi. Pada pasien wanita dapat timbul gangguan haid.
2.2 Hiperfungsi Tiroid
Merupakan keadaan dimana hormon tiroid bebas dalam darah kadarnya meningkat, bisa terjadi karena hiperfungsi kelenjar tiroid. Yang disebut subclinical hyperthyroidism adalah apabila hipertiroid terjadi dengan kadar TSH plasma rendah dan T3 serta T4 normal. Penyakit grave (toxic diffuse goiter) merupakan penyebab paling sering, biasa terjadi pada pasien 20-50 tahun. Gejala yang timbul akibat pembentukan panas berlebih dan peningkatan motorik syaraf simpatis antara lain kulit kemerahan, otot lemah, tremor dengan frekuensi denyut nadi dan jantung cepat, bila pasien kebutuhan makannya tidak terpenuhi berat badan akan turun drastis. 3. Obat Antitiroid
Sediaan
Na-levotiroksin (T4) tablet dan suntikan IV, tiap tablet mengandung 0,25 mg, 0,05 mg, 0,1 mg, 0,15 mg, 0,2 mg, dan 0,3 mg, sedangkan suntikan 10 ml mengandung 0,1 mg/ ml dan 0,5 mg/ ml.
Na-liotironin (T3) tablet 0,005 mg, 0,025 mg dan 0,05mg.
Untuk penghambat sintesis hormon tiroid ada 4 jenis
1. Antitiroid, menghambat sintesis hormon langsung
2. Penghambat ion, yang memblok mekanisme transpor yodida
3. Yodium konsentrasi tinggi
4. Yodium radioaktif
3.1 Antitiroid
Antitiroid golongan tionamida, misalnya propiltiourasil (PTU), bekerja menghambat proses inkorporasi yodium pada residu tirosil dari tiroglobulin, dan juga menghambat yodium membentuk yodotironin.
3.1.1 Farmakokinetik
Antitiroid Farmakokinetik | Propiltiourasil | Metimazol |
Ikatan protein plasma | 75 % | - |
Waktu paruh | 75' | 4 - 6 jam |
Terdistribusi | 20 L | 40 L |
Pada gangguan hati | - | Metabolisme turun |
Pada gangguan ginjal | - | - |
Dosis | 1 - 4 kali/hari | 1 - 2 kali/hari |
Daya tembus plasenta | Rendah | Rendah |
Sekresi pada ASI | Rendah | Rendah |
Propiltiourasil pada dosis 100mg bekerja 6-8jam, sedangkan metimazol dosis 30-40mg bekerja 24jam. Sebaiknya diberikan selama 12 minggu, setelah itu dosis dikurangi, atau dilihat perkembangannya. Sebaiknya pemberian tidak langsung dihentikan3.1.2 Farmakodinamik
Efek samping jarang sekali timbul, pada propiltiourasil dan metimazol biasanya sama. Untuk metimazol efek samping seringkali tergantung dosis. Agranulositosis adalah dengan 0,44% pada propiltiourasil dan 0,12% dengan metimazol, jumlah yang sangat sedikit tetapi cukup berbahaya.
Efek lain adalah purpura rash, nyeri dan kaku sendi pada pergelangan dan tangan, nefritis pada pemakaian dosis tinggi. Antitiroid digunakan untuk terapi simptomatik pada tiroidisme. Efek terapi muncul 3-6 minggu terapi, tergantung berat-ringan penyakit, dosis obat, dan jumlah hormon yang tersedia. Antitiroid tidak berbahaya pada kehamilan, tapi lebih baik dikurangi pada masa trimester ketiga, menghindari goiter fetus. Propiltiourasil tablet, 50 mg biasanya diberikan dosis 100 mg tiap 8 jam. Metimazol tablet 5 mg dan 10 mg dengan dosis 30 mg sekali sehari. Karbimazol, derifat metimazol, tablet 5 mg dan 10 mg, dosis sama dengan metimazol.
3.2 Penghambat Ion
Penghambat ion yodida adalah obat yang menghambat transpor aktif ion yodida kedalam kelenjar tiroid, obat golongan ini dapat menghambat fungsi tiroid dan menimbulkan goiter. Mekanisme kerjanya menghambat dan kompetitif pada Natrium-Iodide Symporter, dapat menghambat masuknya yodium. Jenis perklorat dan tiosinat. Perklorat kekuatannya 10 kali tiosinat. Tiosinat tidak ditimbun dalam tiroid, perklorat meskipun ditimbun dalam tiroid tidak dimetabolisme dalam tiroid dan diekskresikan dalam bentuk utuh. Obat ini mampu menghilangkan perbedaan kadar yodida dalam plasma dan tiroid. Tapi obat ini sekarang jarang digunakan karena dapat memicu anemia aplastik, selain itu dapat memberi efek samping berupa demam, kelainan kulit dan iritasi usus. Mungkin juga timbul agranulositosis.
3.3 Yodida
Merupakan obat tertua dalam pengobatan hipertiroid sebelum ditemukan antitiroid yang lainnya. Yodida diperlukan dalam jumlah kecil, jumlah yang berlebihan akan menyebabkan goiter bahkan hipotiroidisme pada orang sehat. Efeknya nyata, menekan fungsi tiroid. Peran yodida adalah :
1. Biosintesis hormon tiroid
2. Menghambat proses transpor aktifnya sendiri kedalam tiroid
3. Bila yodium didalam tiroid jumlahnya cukup, akan timbul wolf-chaikoff effect.
Yodida sering digunakan untuk persiapan operasi hipertiroidisme, sekitar 10 hari sebelum operasi. Obat ini tidak diberikan sendiri, biasa diberikan setelah pemakaian antitiroid lain. Antitiroid diperlukan dalam jangka waktu lebih lama agar kadar tiroid optimal. Efek pemberian kombinasi yodida dan antitiroida sangat bervariasi.
Farmakodinamik
Yodida bukan obat tunggal, karena tidak dapat mengendalikan gejala hipertiroidisme. Tidak boleh diberikan pada wanita hamil, karena akan menyebabkan fetusnya ber-goiter. Natrium yodida dan kalium yodida adalah contohnya. Sediaan banyak macam, kapsul, tablet dan larutan jenuh dalam air. Dosis sehari 0.3 ml 3 kali sehari. Efek samping dapat timbul hipersensitivitas yodida. Ditandai dengan ada rasa logam di mulut, terbakar di mulut dan faring, dan rangsangan pada selaput lendir. Dapat terjadi radang faring, laring dan tonsil. Kelainan kulit ringan, bisa berat disebut yoderma. Gejala pada saluran cerna berupa iritasi, mungkin terjadi perdarahan.
3.4 Yodium Radioaktif
Proses radiasi dengan memancarkan sinar-ά sinar-β (elektron) dan sinar-γ (sejenis sinar-x). dapat menimbulkan kerusakan sel tubuh, karena perubahan molekul di dalam sel oleh sinar yang energinya tinggi. Sinar-ά sinar-β daya tembus kecil, efeknya dapat dibatasi dalam satu organ saja, sedangkan sinar-γ daya tembusnya besar, efeknya luas namun ionisasi pada organ target sedikit.
Efek terhadap tiroid
Radioisotop-I yang diberikan akan berperan dalam biosintesis hormon tiroid dan terkumpul dalam koloid. Umumnya jaringan diluar tiroid tidak terpengaruh radiasi. Dosis besar dapat memberi efek nyata, dosis kecil hanya akan merusak jaringan sentral.
Kontra indikasi
Tidak boleh diberikan pda masa kehamilan dan anak-anak, sebaiknya diberikan pada pasien usia antara 25 sampai 30 tahun saja. Sediaan, larutan natrium yodida dapat diberikan oral dan suntikan IV, juga tersedia dalam bentuk kapsul.
dr. Desie Dwi W.
Referensi:
- Katzung B. G. 2006. Basic and Clinical Pharmacology, 10th Edition. San Fransisco
- Farmakologi dan Terapi, edisi ke-5 (cetakan ulang 2011), bagian Farmakologi FKUI: Gaya Baru, Jakarta
- Journal of physiology and pharmacology 2006, 57, supp 5, 113.124
- Fisiologi manusia, Sherwood, edisi 6